- Back to Home »
- Fan Fiction , Tenager XG »
- Taiyou's First Love
Posted by : Taiyou Atsuya
Jumat, 07 Juni 2013
Wanita itu makhluk yang sangat
menyilaukan. Bertemu dengan mereka selalu membuat darahku berdesir. Aku… suka
sekali melihat wanita yang cantik. Terlebih mengingat jarangnya aku bertemu
dengan wanita karena SMA-ku dulu adalah sekolah khusus cowok.
Sekarang berbeda. Aku sekarang
sudah jadi Ace Cornerback sekaligus mahasiswa
Universitas Sakyoudai yang merupakan universitas campuran. Kuulangi,
cam-pu-ran. Kalian tahu itu artinya apa? Aku bisa bertemu banyak wanita. Tapi,
disekian banyaknya wanita yang kutemui di kampus, hanya satu yang sangat
membuatku tertarik. Ah tidak, aku menyukainya. Kuulangi, a-ku me-nyu-kai-nya.
Ok, cukup sesi pengulangannya. Yah, seperti yang kukatakan tadi, aku sedang
menyukai seorang gadis yang sangat cantik. Dia berambut auburn lembut sepunggung. Ah, aku belum
pernah menyentuh rambutnya, tapi aku yakin rambutnya sangat lembut. Dia manajer
klub amefuto (American Football) di Sakyodai
sekaligus mantan manajer Saints. Musuh SMA-ku. Dalam hal olahraga maksudnya.
Viene D’aprivoise. Aku sudah
lama menyimpan perasaan padanya. Sejak masih SMA dulu.
"Taiyou! Sedang apa kau?
Cepat kumpul!" teriak si codet, Nekouta. Aku sebal dengannya karena sering
mengganggu acara "memperhatikan Viene". Segera kususul teman-temanku
yang sudah bersiap pemanasan.
…
"UGH!"
Aku merintih kesakitan ketika
aku tak berhasil menangkap bola dan justru mendapat tackle dari Fahrein ketika pertandingan Wizard
vs Silver Knights. Sial, keras sekali! Dan tacklenya
berhasil membuatku kesakitan seperti ini. Biasanya tak seperti ini.
Aku mencoba bangkit dan… ugh!
Rasanya sakit sekali. Dia tepat menyerangku dibagian perutku yang beberapa hari
lalu terkena serangan Avreim dalam pertandingan persahabatan. Walau
pertandingan waktu itu tak pantas untuk mendapatkan predikat "pertandingan
persahabatan".
Aku… tak sanggup untuk berdiri.
Untuk bergerak sedikit saja rasanya sakit sekali.
"Hoi, bangkitlah
Taiyou!" teriak Heidhi. Aku ingin segera bangkit, tapi… sakit sekali.
Segera aku di bawa ke pinggir lapangan oleh beberapa pemain Wizard. Aku dibaringkan
di tanah.
"Kau tak apa-apa Taiyou?"
suara lembut itu aku kenal. Kulirik pemilik suara lembut itu. Bagai seorang
malaikat yang dikirim oleh Buddha *Tunggu, malaikat di kirim oleh Buddha?!
Bisa-bisa aku dibunuh pelatih jika dia mendengarnya*.
"Ye… yeah, aku tak apa.
Sebentar lagi aku akan bertanding lagi," kataku sok keren. Viene menyentuh
perutku.
"ADAUW!"
Jeritanku sangat keras
sampai-sampai para pemain di lapangan bisa mendengarnya.
"Kamu mau tanding dengan
keadaan seperti ini? Itu nggak mungkin Taiyou," Viene mulai membalut
perban diperutku. Aku terpesona dengan ketelatenannya. Memandangi wajahnya
dengan keadaan seperti ini membuatku malu setengah mati. Aku tak bisa bersikap
keren di hadapannya. Tapi diam-diam aku sangat bersyukur dengan keadaan ini.
Rasanya aku ingin menghentikan waktu sesaat. Aku benar-benar menikmati keadaan
ini.
"Hoi manajer sialan! Cepat
kau beri teri-teri sialan itu minum sebelum mereka mati kehausan!"
teriakan kasar dari sang kapten terdengar. Ternyata babak pertama sudah
selesai.
"Iya, iya Ryou-kun. Kau
tak lihat aku sedang mengobati Taiyou?" Viene beranjak dari tempatnya dan
segera mengambil minuman untuk semua pemain. Untung perbanku sudah selesai.
"Keh, aku lihat, baka!"
terdengar lagi teriakan setan kejam itu.
Huh, jujur saja aku tak suka kalau
dia membentak-bentak Viene seperti itu. Kasihan Viene. Alasan lain aku tak suka
kalau dia membentak Viene karena mereka akan semakin dekat. Ya, semakin dekat…
Kalian tahu kan kalau semakin
sering orang itu bertengkar, maka akan semakin dekat orang itu.
…
"Ya… ya Ryou-kun…ya…
hiks."
Aku mendengar suara Viene…
menangis? Kulongokkan kepalaku untuk melihat apa yang terjadidi dalam ruang
klub. A-ah! I-itu…
"Berhentilah menangis,
pacar sialan!"
Ryou memeluk Viene? Se-sejak
kapan mereka…
"Apa kau ingin aku menciummu
Vi-e-ne?" seringai lebarnya yang tampak sangat menyebalkan di mataku.
Viene memandangi Ryou. Dari
matanya yang berair itu terlihat pendar-pendar kebahagiaan. Aku baru
menyadarinya. Mereka sudah jadian…
Aku segera pergi dari tempatku
berdiri. Aku tak sanggup melihatnya. Aku tahu dan aku sadar kalau selama ini
cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Tapi… ini menyakitkan. Air mataku
sedikit mengalir.
…
Hari sabtu yang tenang sangat
cocok untuk pergi ke café. Aku pergi bersama
teman-temanku dari fakultas teknik.
"Kyaaa~ benarkah itu?
akhirnyaaa…"
He? Suara berisik itu
sepertinya aku kenal. Seperti suara cheers Saints. Ah maksudku mantan. Kucari
sumber suara itu.
"Viene?" aku
terbelalak melihat gadis yang bersama mantan cheers itu. Aku sedang dalam tahap
menghindarinya. Bukan apa-apa, aku hanya ingin menenangkan hatiku. Itu saja.
Aku duduk tak jauh dari mereka.
Bukan apa-apa, aku hanya mengikuti dimana teman-temanku duduk.
"Akhirnya Vii-nee jadian juga dengan Ryou-nii. Dari dulu juga
kalian udah jadian kan?"
"Ahaha… kami baru jadian
Lalla. Dulu kami tak ada apa-apa."
"Ah masaaaa? Kalian kan
romantis sekali," ahoge Lalla bergerak-gerak. Sebenarnya aku
tak mau mendengar pembicaraan mereka, tapi mau bagaimana lagi, tempatku duduk
sangat dekat, jadi kedengaran dengan jelas.
"Ahaha, kami itu sering
bertengkar Lalla," Viene dengan sabar mengelak. Yah selama SMA aku melihat
kalau Viene itu seperti pesuruh akuma(Setan)itu.
"Kamu sendiri bagaimana
dengan Ryuuta?"
BLUSH!
Hem, kelihatan sekali si mantan
cheers Saints itu malu. Sepertinya dia suka Ryuuta.
"E-eh… aku tak ada apa-apa
dengan Ryuuta," wajah Lalla makin merah.
"Bukannya minggu kemarin
kalian kencan ke taman bermain?" Viene menyeruput minumannya. Kelihatannya espresso,
karena ada bau espresso di sini. Perlu diketahui, aku dan
teman-temanku memesan minuman yang sama: lemon tea. *Hei, tunggu, sejak kapan
aku menjadi ahli aroma minuman?*
"E-eh ya… aku memang pergi
ke taman bermain, tapi tak berpacaran," sanggah Lalla.
"Belum. Ya, kan?"
"V-Vii-nee jangan bilang begitu…," wajah
Lalla makin merah. Manis juga ya kalau seperti itu. Eh? Apa yang kukatakan
tadi? Aku kan suka sama Viene, kenapa malah terpesona dengan gadis lain?
…
Inilah yang paling kubenci. Aku
benar-benar tak suka dengan keadaan ini. Hatiku terasa tercabik-cabik. Perih…
sakit…
Teman-temanku segera menyeretku
menjauh dari ruang klub.
"Cih, kenapa sampah itu ciuman
di sana sih?" gerutu Heidhi.
"Sudahlah, kapan lagi mereka
seperti itu," kata Hareisuke tenang.
"Itu lebih baik daripada
mereka bertengkar," Anzu mulai membaca bukunya. Mereka mulai bergosip ria tentang
hubungan Viene dan Ryou. Aku tak sanggup mendengarnya. Menyakitkan. Sangat
menyakitkan malah.
…
Ini memang bukan yang pertama
kalinya aku melihat malaikat pujaanku itu berciuman dengan pacarnya dan yang
kali ini aku lihat sudah hal yang wajar. Sudah lebih dari 4 tahun aku bertepuk
sebelah tangan dan aku akan segera lulus. Hubungan akuma dan angel pun sudah mencapai puncaknya.
Aku memandangi langit malam
yang dipenuhi kembang api yang bertuliskan "will you marry me?" Aku tersenyum pahit. Aku tahu
bagaimana hubungan mereka secara garis besar. Yah… sudah tak ada kesempatan
lagi untukku. Sudah berakhir…
…
Sudah hampir 3 jam aku duduk di
bawah pohon maple ini. Tak ada yang kulakukan. Hanya
duduk bersandar dan merenung. Mencoba menetralkan hati.
Kupejamkan mataku, menikmati
hembusan angin sekaligus untuk tidur. Kapan lagi bisa tidur siang? Mumpung tak
ada latihan hari ini.
DUK!
"Aduduuuuhh…," aku
merintih keras. "Hoy, siapa yang lempar bola hah?" teriakku sambil
menggenggam bola tenis yang sebelumnya berhasil mendarat ditahi lalatku. Yah
walaupun aku receiver terhebat, tapi kalau sedang merem
siapa sih yang bisa menangkap? Kecuali Heidhi dengan impuls kecepatan “dewa”nya
tentunya.
"Ma-maaf…," seorang
gadis berkuncir kuda dengan membawa raket tenis menghampiriku. Cukup manis.
"Jadi kau ya? Apa kau tak
tahu caranya mengontrol bolamu haah?" kataku kesal. Kesal karena acara
tidur siangku yang berharga terganggu. *sebenarnya hampis sore sih*
"Ma-maaf… aku benar-benar
minta maaf. Aku masih belajar main tenis," gadis itu membungkukkan
tubuhnya dalam-dalam. Biasanya aku langsung memasang tampang cool dengan berusaha menyembunyikan
semburat merah dipipiku, tapi berhubung aku sedang kesal, jadi aku tak peduli dengan
itu.
Gadis itu tampak gemetaran
menahan rasa takutnya. Siapa sih yang nggak takut dengan wajahku yang sekarang?
Perlu diketahui, sekarang wajahku sudah seperti Ryou yang sok-sok an itu.
"Ma-maafkan akuuu…"
gadis itu segera berlari meninggalkanku. Aku hanya memandanginya sambil
berdecik sebal.
…
"A-ah… kau kan…"
Seorang gadis berteriak
terkejut meihatku. Saat ini aku berada di depan vending
machine depan sebuah
minimarket *piiiip* *jangan sebut merek*. Aku mengerutkan keningku. Sepertinya
aku pernah melihatnya. Kupandangi gadis itu dengan seksama. Berkuncir kuda
dengan rambut hitam legam, membawa sport
bag. Dia… ah! Dia yang pernah melemparku dengan bola tenis itu!
Kenapa dia ada di sini? Mau apa
dia…?
"Gomenasai! Hontou ni gomenasai.*translate:
Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf*" Lagi-lagi gadis itu
membungkukkan badannya. Sepetinya dia benar-benar takut denganku. Yah siapa sih
yang nggak takut dengan mukaku yang waktu itu mirip Ryou?
"Sudahlah, aku sudah
melupakannya," kataku sambil mengambil minuman dari vending
machine.
"A-ah… kalau dilihat-lihat
kau itu… Atsuya-san dari Wizard kan?"
Aku mengerutkan keningku lagi.
"Iya."
"Uwaah se-senang bertemu
denganmu. Maafkan aku tempo hari," gadis itu membungkukkan badannya untuk
kesekian kali. Sepertinya dia hobi membungkukkan badannya. Dasar gadis aneh.
Aku segera mengambil minuman
yang kuinginkan lalu meninggalkannya. Aku tak mau lagi berurusan dengan gadis
aneh itu.
…
Sejak hari itu aku sering
melihatnya menonton latihan Wizard. Diam-diam aku
meyakini kalau dia pasti mau melihatku. Walaupun aku kesal dengannya, tapi aku
akan menunjukkan kehebatanku.
Akhirnya waktu istirahat juga.
Aku duduk bersandar di bawah pohon sambil meneguk sport
drink yang diberikan
Viene tadi. Segar.
"Atsuya-san."
Aku menoleh. Lagi-lagi dia.
Gadis berkuncir kuda yang ku tak tahu siapa namanya.
"A-aku membuat bekal untuk
Atsuya-san,"
ia menyerahkan kotak bekal itu dengan malu-malu. Wow, sepertinya aku mulai
terkenal ya.
Dengan sedikit 'jual mahal',
akhirnya aku terima bekalnya. Hemmm… enak juga. Tak kalah dengan buatan Viene.
Eh tunggu, kapan aku pernah makan bekal buatan Viene?
…
Setelah itu kami sering
mengobrol. Aku baru mengetahui namanya setelah 2 minggu kami mengobrol. Lassie Akane.
Nama yang bagus. Perlahan-lahan aku dapat mengatasi patah hatiku. Dia gadis
ceria yang aneh. Yah beberapa kali dia melakukan hal aneh yang tak lazim
dilakukan oleh wanita, seperti dia bisa meniru bagaimana reaksi Felix sewaktu
dikatakan monyet.
…
DEG !
Setelah beberapa minggu aku
berhasil mengatasi patah hatiku, aku mendapat kabar bahagia menurut beberapa
orang. Ya, aku sudah lulus dari Sakyodai dan sekarang aku mendapatkan sebuah
undangan pernikahan mantan kaptenku dan wanita yang sangat kusukai. Viene.
Sekejap saat itu juga hatiku
hancur berkeping-keping. Aku tak menyangka akan secepat ini. aku bahkan belum
mengatakan apa-apa pada Viene. Walau aku tahu bagaimana akhir dari hubungan
mereka, tapi tetap saja ini… menyakitkan.
Diam-diam air mataku mengalir.
Aku tahu ini konyol. Tapi aku tak peduli.
"Atsuya-san…"
Aku menoleh. Akane duduk di
sebelahku. Aku tahu dia memperhatikanku.
"Aku tahu kalau Atsuya-san suka dengan Viene-san," katanya. Aku
diam saja. Tak menanggapi.
"Tapi bukan berarti wanita
itu hanya Viene-san saja. Aku yakin, Atsuya-san pasti akan mendapatkan orang yang jauuuuuuhhh
lebih baik dari Viene-san.
Jadi… kalau Atsuya-san tak keberatan… uumm… aku mau… "
Aku terkejut dengan
kata-katanya. Dia mau menembakku?
"Aku mau kok mendengarkan
semua curhatan Atsuya-san."
He? Apa dia bilang? Curhatan?
Anjir PHP banget - -“
"Aku tahu ini aneh, tapi
aku yakin hanya sedikit yang tahu bagaimana perasaan Atsuya-san. Jadi aku memutuskan
untuk mau menjadi teman curhat. Curhat kan bisa meringankan bebanmu,"
Akane mengakhiri tawarannya dengan senyum yang menawan. Sesaat aku terpesona
oleh senyuman itu.
Setelah berpikir beberapa saat,
aku memutuskan untuk bercerita dengannya. Yah karena dia gadis yang bisa
dipercaya makanya aku mau membuka hatiku.
…
"Hu-huwooo siapa yang kau
ajak itu Taiyou?" Tanya Nekouta syok. Aku hanya tersenyum bangga.
"Haa? Taiyou membawa cewek?"
Heidhi mengomentari sambil melirik gadis yang kubawa. Sepertinya dia tak
tertarik. Syukurlah.
"Siapa dia Taiyou?"
kali ini Lutheim yang bertanya.
Dengan bangga aku memperkanlkannya.
"Ehem, dia Lassie Akane, pacarku."
Setelah kuakhiri kalimatku
tampak para jomblo itu syok dan membatu. Terutama si monyet bercodet itu.
Hihihi akhirnya tak ada lagi yang mengejekku.
Kulirik Akane dan ia membalas
tatapanku. "Teman-temanmu menarik ya Taiyou."
Sepertinya dia suka reaksi
teman-temanku.
Pintu gereja pun dibuka dan
penganti wanitapun siap melangkah menuju pengantin pria.
Selamat berbahagia Viene &
Ryou.
-End-
-Lassie Akane: Lesi Anggrid ( @LesiAnggrid )
-Viene D'aprivoise: Nadya Noor Vita ( @nadya_vita )
-Lalla Krauser: Laksmita Larasingtyas ( @Laksmita_Laras )
-Nekouta Jyuumonji: M Ridho Wahyu C. ( @WahyuNekouta )
-Heidhi Kongo: Aldhi Febrawan ( @aldhi_tx_ )
-Fahrein Seijuro: Fahri Shidqi Arifsa ( @fahri_ijo )
-Avreim Rikiya: Afiv Fachry Abdilla ( @afivfachry )
-Ryou Youichi: Priyo Faturachman ( @pryoft )
-Ryuuta Kobayakawa: Ryan Permana N.M. ( @ryanpermananm )
-Hareisuke Takeru: Rakhmad Hanif ( @rakhmadhanif )
-Anzu Honjo: M. Choirul Anwar ( @anwar_anz1 )
-Felix Montarou: Dionisius Felix P.P. ( @felix10official )
-Lutheim Banba: M. Luthfi F. ( @mluthfif )
Love You All Guys!