Popular Post

Posted by : Taiyou Atsuya Kamis, 13 Juni 2013

BRUKKK!

Baru saja seorang preman menabrak Aguri hingga ia terjatuh. "A-aduh…," rintih Aguri.

"Agu-nee, kau tak apa?" Azuna membantu Aguri berdiri.

"Kalau jalan lihat-lihat! Dasar pengganggu!" bentak preman itu.

"Hmm… cowok menabrak cewek dan bilang mereka pengganggu? Menyebalkan!" seorang pria kecil berambut putih jabrik muncul tiba-tiba. Tampangnya mengejek si preman.

"Apa kau bilang?!" si preman hendak menghajar pria kecil itu. Namun, mereka tak bisa berkutik ketika pria kecil itu dengan secepat kilat menarik tangannya hingga terjatuh. Aguri dan Azuna terpaku melihat aksi sang pria kecil itu. Terutama Azuna, dia sangat terpesona. Dengan menahan rasa sakitnya ia segera kabur dari tempat itu.

"Te-terima kasih kau telah menolongku," kata Aguri.
Pria kecil itu tersenyum. "Tak masalah Agu-nee." Aguri terkejut. Kenapa dia bisa tahu namaku? pikir Aguri.

"Ini aku, Torin. Ingat?"
Aguri tampak terkejut. "Ri-Rikkun! Lama tak bertemu!" seru Aguri senang.

"Aguri-neechan!" kali ini Taiyou yang datang bersama Nekouta. "Neechan tak apa-apa?" Aguri mengangguk.

"Halo Taiyou, lama tak bertemu." Taiyou terpaku melihat Torin.

"Ka-kau…," cukup lama jeda yang Taiyou buat. "To-Torin?"

"Ya. Lama tak bertemu ya," Torin mengacak-acak rambut Taiyou.

"A-ano… Taiyou, dia siapa?" kali ini Azuna yang sedari tadi hanya diam –karena tak mengerti situasi yang ada— yang bicara.

"Ah Azuna, kenalkan. Dia Torin, 'kakak'ku."

"Heee? Kau punya kakak, Taiyou?" Nekouta dan Azuna terkejut bersamaan.

"A-ah bukan kakak yang seperti itu. Dia ini 'kakak' yang telah mengajarkanku berlari."
Nekouta dan Azuna mengangguk dengan wajah yang sebenarnya tak begitu mengerti. Aguri, Taiyou, dan Torin tampak asyik dengan reuni mereka. Sedangkan Nekouta sibuk dengan pisangnya dan Azuna… ia terus memandangi Torin hingga wajahnya memerah.

.
.
.

"Hee? Jadi dia itu teman SD Taiyou yang dulu pindah?" komentar Azuna setelah Aguri menceritakan kisah masa kecil Taiyou dan Torin. Secara garis besar tentunya.
Azuna menerawang. Ia teringat dengan aksi Torin kemarin. Tanpa ia sadari wajahnya memerah.

"Kau tak apa-apa Azuna? Wajahmu memerah," Aguri menempelkan punggung tangannya di kening Azuna. Azuna menggeleng cepat.

"Aku baik-baik saja. Agu-nee… kenapa dulu dia pindah?"

"Umm… ayahnya dimutasi, kalau tidak salah."

"Berarti… sekarang mereka bertemu lagi sebagai rival ya," Azuna menggumam.

"He? Mereka siapa?" Aguri peka juga rupanya.

"A-ah bukan siapa-siapa ehehe..."
Setelah itu Azuna bertanya terus tentang Torin, sedangkan Aguri meladeninya sambil merapikan ruang klub.

.
.
.

Hari ini festival olahraga SMA Deimon. Ada yang aneh dengan Ryou, Aguri, dan Yukimitsu. Anggota Devil Bats yang lain tampak ketakutan dengan keanehan mereka. Azuna takjub dengan perubahan karakter dua orang yang biasanya sangat ramah, berubah menjadi setan seperti sang kapten Devil Bats itu.
Selama pertandingan berlangsung, Azuna terus mendukung mereka dengan seragam cheersnya. Di sisi lain, tampak Torin datang dengan 2 orang lain yang mungkin temannya. Pandangan Azuna segera beralih kepada Torin. Lagi-lagi wajahnya memerah. Sebenarnya ia tak begitu mengerti mengapa wajahnya selalu memanas dan memerah ketika melihat atau mengingat pria kecil jabrik itu.
Ia memberanikan dirinya untuk menyapa Torin. Biasanya ia sangat berani untuk menyapa siapa pun itu –termasuk Ryou yang ditakuti oleh semua orang—tapi kali ini ia sedikit takut untuk menyapa.

"Di-dia kan teman Taiyou, harus disapa," begitulah tekadnya. Lalu ia mendekati tempat Torin duduk. Ia menarik napasnya dalam sebelum menyapanya.

"Se-selamat siang…"
Torin dan kedua temannya menoleh pada sumber suara itu.

"Selamat siang. Kau teman Agu-nee kemarin kan?" balas Torin sambil melontarkan senyumnya.

DEG!

"I-iya… aku Azuna Taki. Kemarin belum sempat memperkenalkan diri," Azuna memperkenalkan dirinya sambil menunduk. "Kau datang untuk mendukung Taiyou?"

"Yah, begitulah. Kami ingin melihat Taiyou bertanding sebelum Deimon bertanding dengan kami."
Azuna teringat. Besok Deimon akan bertanding dengan Seibu. Ya, mereka berlatih mati-matian untuk melawan tim kuat satu ini dan difestival olahraga ini entah apa lagi yang Ryou rencanakan untuk timnya.
Festival olahraga pun berakhir dengan terbukanya maksud dan tujuan Ryou bersama Aguri dan Yukimitsu bertingkah laku aneh seperti itu. Secara tak langsung ini pernyataan perang dengan Seibu. Dengan percaya diri Torin menerima tantangan Deimon. Sikap seperti itulah yang membuat jantung Azuna berdebar-debar. Dia tampak begitu… keren.

.
.
.

Semejak saat itu debaran-debaran yang Azuna rasakan pada Torin semakin menjadi terus berlanjut hingga mereka masuk universitas. Ya, kini mereka sama-sama masuk Universitas Enma. Azuna senang sekali bisa masuk ke universitas yang sama bersama Taiyou, Nekouta, dan tentu saja Torin. Sebenarnya ia belum bisa menemukan jawaban mengapa selama ini ia merasa berdebar-debar jika ada Torin. Baru kali ini ia merasakan hal itu dan ia belum menceritakannya pada orang lain.

"Kau sendirian Azuna?" tiba-tiba Torin mengagetkan Azuna yang sedang membersihkan ruang klub. Saat ini ia menjadi manajer Enma Fire sekaligus cheerleadernya –walau ia lebih fokus pada tugas sebagai manajer—

"A-a.. i-iya… kau cepat sekali kemari, bukannya latihan masih 1 jam lagi?" Azuna berusaha mengontrol detakan jantungnya.

"Hem… yah, aku sudah tak ada kelas lagi. Jadi aku kemari saja. Kau sedang menyapu ya?" Torin duduk di sofa. Ya, walau tak sekaya Sakyoudai, tapi Enma cukup mampu untuk memberikan fasilitas yang baik untuk klub amefuto ini.

"I-iya begitulah," Azuna masih saja gelagapan menjawabnya. Di ruangan kecil ini hanya mereka berdua saja. Pantas jika Azuna merasa gugup.

"Kau jangan tegang begitu. Apa kau tak enak badan?" Torin mendekati Azuna yang sedang menyapu. Azuna yang terkejut hanya bisa diam.Sebenarnya apa sih maunya Rikkun? Dia ini tak tahu apa, kalau aku ini bisa mati jantungan gara-gara dia? Pikir Azuna sarkatis.

"A-aku baik-baik saja Rikkun. Hanya saja…," ia memutar otak untuk mencari alasan. "Di sini panas sekali ya, ahaha…"
Torin terdiam. "Benar juga, ini sudah hampir masuk musim panas sih." Torin akhirnya menjauhi Azuna dan membuka pintu jendela ruang klub. Hal tu membuat Azuna lebih lega. 
Ia melanjutkan menyapunya.
Angin semilir yang masuk di sela-sela ventilasi dan jendela terasa begitu menyejukkan. Sunyi. Ruang klub yang hanya dihuni oleh dua orang anak adam benar-benar sunyi. Gadis mungil berambit black-blue itu sedang asyik membersihkan ruangan klub yang cukup berantakan itu dan pria kecil berambut putih jabrik itu sedang membaca majalah American Football. Mereka sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Sebenarnya Azuna canggung dengan suasana seperti ini.

"Kau sudah duluan Torin?" tiba-tiba Taiyou dan Nekouta pun tiba. Akhirnya mereka datang! Jerit Azuna dalam hati.

"Ya, hei lihat. Orang ini hebat sekali," Torin menunjuk sebuah artikel dalam majalah itu pada Taiyou dan Nekouta. Mereka pun sibuk dengan pembicaraan yang menurut mereka itu menarik dan kali ini Azuna tidak berminat untuk mencari tahu. Ia ingin menstabilkan debaran hatinya yang masih tidak karuan.

Trrrrr….

Handphone Azuna berdering. Segera ia mengangkatnya.

"Moshi-moshi."

"Azuna, ini aku. Bagaimana kalau sore ini kita bertemu? Sudah lama sekali kita tidak minum teh kan?" ajak seseorang di seberang.

"Yaa~ Agu-nee, sore ini aku tak bisa. Hari ini kami ada latihan. Bagaimana kalau akhir pekan saja?"

"Umm… baiklah. Akhir pekan ini ya, di café biasa. Oke?"

"Ya, sampai jumpa nee~" Azuna menutup teleponnya.

Sore ini latihan Enma Fire berlangsung penuh semangat. Pertandingan paling dekat ini melawan Ibables. Pertandingan kali ini memang hanya pertandingan persahabatan, tapi bagi sebagian anggota Fire pertandingan kali ini merupakan pertandingan nostalgia. Ya, mereka baru kali ini bertanding lagi setelah lulus SMA. Torin akan bertemu dengan KID dan Tetsuma yang merupakan orang terdekatnya. Taiyou, Kurita dan Nekouta akan bertemu dengan mantan anggota Devil Bats, Musashi, Kuroki dan Toganou serta rival terkuat Kurita, Gaoh. Pertandingan yang sangat berat.

Semua anggota Fire sangat bersemangat hingga akhirnya latihan selesai sampai malam. Taiyou, Nekouta dan anggota lainnya sudah pulang duluan karena mereka teringat dengan tugas kuliah yang harus dikumpulkan esok hari. Lagi-lagi di ruang klub hanya tersisa dua orang. Azuna dan Torin. Torin sibuk dengan kaset-kaset rekaman pertandingan. Azuna? Tentu saja ia sibuk dengan pekerjaan sebagai manajer. Membersihkan ruang klub. Ia banyak belajar dari Aguri waktu di Deimon dulu.
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 8 malam.

"Rikkun, kau pulang duluan saja. Nanti aku yang akan mengunci ruang klub."
Torin masih sibuk dengan kaset-kaset itu. Ia mengacuhkan Azuna. Azuna yang kesal karena omongannya tak didengar oleh Torin, segera merebut kaset yang dipegang Torin.

"Rikkun, kau tak dengar aku? sebaiknya kau pulang. Besok kau ada presentasi kan?" tuding Azuna sedikit kesal. Torin yang tak mengerti dengan sikap Azuna hanya mengernyitkan dahi.

"Hei nona, dari mana kau tahu kalau besok aku ada presentasi?"
Azuna terkejut dengan pertanyaan Torin. Mana bisa dia bilang kalau dia tahu semua jadwal anggota Fire, termasuk Torin –tentunya jadwal Torin yang paling detail—

"Errr… karena besok aku juga ada presentasi," jawab Azuna asal. Sejak kapan mereka sekelas?
Torin hanya mengangguk dan sepertinya tak begitu peduli dengan jawaban Azuna. "Apa kau sudah selesai membereskan ruang klub?"
Azuna hanya menggeleng. Dia masih sedikit kesal dengan Torin yang tadi mengacuhkannya. 

"Kalau begitu kutunggu."
Sedetik mata Azuna membulat kemudian wajahnya memanas. "Ti… Tidak perlu Rikkuuunn~ aku bukan anak kecil yang harus ditunggui."

"Hem? Begitukah? Ya sudah, aku duluan ya." Torin membereskan barang-barangnya dan segera keluar dari ruang klub. Sebelum ia melangkahkan kaki keluar ruangan itu, ia membalikkan badannya. "Kau yakin tak mau kutunggu?"

BLUSH!

Wajah manis Azuna memerah. Segera ia menggelengkan kepalanya sambil menunduk. Ia tak ingin Torin tahu. "Tidak. Aku masih harus merapikan data-data," tolak Azuna masih menunduk.

"Baiklah."
Torin benar-benar pergi, sebelumnya ia menutup pintu ruang klub. Azuna menyenderkan tubuhnya pada tembok lalu menutup wajahnya yang semakin merah. "Uukh…"
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Baru saja Azuna selesai membereskan data. Segera ia memakai in line skate yang hampir tak pernah ia lepas, lalu mengambil barangnya dan tak lupa mengunci ruang klub. Rumah Azuna tak begitu jauh dari Enma, namun ini sudah malam. Jalanan sangat sepi dan remang-remang. Lampu jalan yang biasa ia lewati hampir mati sepertinya.

Sebenarnya Azuna bukanlah gadis yang sangat berani untuk melewati jalan ini. Apalagi akhir-akhir ini ia sering dengar adanya kasus perampokan dan pembunuhan di sekitar jalan ini. Pelaku kejahatannya belum tertangkap. Ingin ia melajukan in line skate-nya, tapi ia tak punya tenaga lebih karena hari ini ia benar-benar kelelahan.
Ia meluncur sambil menengok kekiri dan kekanan. Waspada. Itulah yang saat ini ia usahakan. Namun…

GREP!

"UUhmm…!" seseorang membekap mulut Azuna. Ia lirik orang yang membekapnya. Seorang pria besar bertubuh gempal yang jelek dan bau."Ja-jangan-jangan dia pelaku perampokan dan pembunuhan itu?!" pikir Azuna. Ia terus meronta-ronta.
Pria gempal itu mengeluarkan pisau dan mengarahkannya pada pipi mulus Azuna. Azuna bergidik ngeri dan hampir menangis.

"Kau jangan bergerak nona manis. Kau tahu kan apa akibatnya jika kau terus bergerak nona?" suara parau pria gempal itu terdengar sangat menjijikkan ditelinga Azuna. Kini air matanya sudah tak dapat terbendung lagi.

"Ihihihi… kau pasti bawa barang berharga kan? Cepat serahkan nona manis…." Pisau yang menempel di pipi Azuna digeseknya hingga pipi putih Azuna mengeluarkan darah. Azuna hanya menggeleng sambil terus menangis. Ketakutan dan kesakitan, itulah yang Azuna rasakan.

"Kau tak mau mengeluarkan barang berhargamu ya huh? Padahal aku ingin langsung melepasmu jika kau serahkan barang itu."
Azuna hanya terus menangis sambil berharap ada seseorang yang menolongnya. Disaat ini seperti ini yang ia bayangkan adalah Torin yang menolongnya.

"Kalau kau tak mau, tak masalah. Tapiiii… kau tak bisa melihat matahari terbit yang sangat indah itu besok. Haaa… atau kau mau kita bermain-main dulu ha?" kata-kata pria gempal itu semakin terdengar menjijikkan di telinga Azuna dan dia hanya bisa berharap . Pria itu mulai merobek lengan jaket Azuna dengan pisaunya yang ternyata sangat tajam itu. Azuna bergidik dan memejamkan matanya.

"Torin… tolong aku!"

KRIEETT…

Tring!

Seperti suara tulang yang terpelintir. Azuna membuka matanya. Seorang pria kecil baru saja memelintir tangan kanan pria gempal itu. Pisau ditangan pria gempal itu sudah tergeletak tak berdaya di tanah. Segera Azuna menjauhi dari pria gempal itu.

"Rikkun!" seru Azuna.

"Kau sudah banyak memakan korban dan kini kau mau menambah lagi huh?" Torin makin memelintir tangan pria gempal itu dan dia hanya merintih kesakitan. Azuna teringat ketika mereka bertemu. Dulu Torin menolong Aguri dengan cara yang sama.
Sedikit pergulatan antara Torin dan pria itu. Torin berhasil melumpuhkannya tanpa adanya kekerasan. Ia hanya memelintir tangannya hingga pria itu terjatuh. Sebelum pria itu terjatuh ia mengambil ikat pinggang pria itu dan mengikatkannya pada kedua tangan pria itu. Segera ia menelepon polisi.
Sambil menunggu kedatangan polisi, Torin mendekati Azuna yang meringkuk di tembok. Terlihat tubuhnya gemetaran. "Dia pasti takut sekali."
Torin berjongkok dan mengelus rambut Azuna. "Tenang. Dia sudah tak berdaya." Torin berkata lembut sambil mengusap pipi Azuna yang masih mengeluarkan darah. Azuna mengangkat wajahnya dengan muka yang amat menyedihkan.

"Uuukh… huweeee," tanpa pikir panjang Azuna memeluk Torin –dengan erat—hingga ia terjatuh sambil menangis. Ia terus menangis kencang. Torin yang tak tahu harus berbuat apa hanya mengelus rambut Azuna sambil terus membisikkan, "Tenang. Aku ada di sini."

.
.
.

Sejak saat itu hubungan Azuna dan Torin semakin dekat. Dalam banyak arti tentunya. Debaran-debaran didada Azuna pun makin menjadi dan dia sudah tak tahan lagi. Ia ingin bercerita dengan seseorang dan dia…

"Agu-nee!" seru Azuna. Baru saja ia teringat kalau akhir pekan ini ia ada janji dengan Aguri dan hari yang dimaksud tu besok. Segera Azuna menelepon untuk memastikan.

.
.
.

"Azuna! Di sini!" Aguri melambaikan tangan ketika Azuna baru saja masuk ke dalam café.

"Maaf aku terlambat nee~" Azuna duduk di hadapan Aguri.

"Ah tidak… aku baru datang kok. Kau mau pesan apa?"

"Milk tea saja… dan waffle coklat."

"Aku creampuff coklat dan jasmine tea."

Segera pelayan mencatat pesanan keduanya. "Mohon tunggu sebentar ya."

"Ada apa denganmu Azuna? Kenapa pipimu diplester begitu?"

"Aku baik-baik saja Agu-nee. Hanya saja ada kejadian yang tak enak yang menimpaku 
belakangan ini."

"He? Apa itu?"
Azuna menceritakan kejadian yang menimpanya dari awal hingga akhir. Bahkan ia juga menceritakan debaran yang ia rasakan dari sejak SMA dulu.

"Begitulah nee~ aku bingung kenapa sejak bertemu dengan Rikkun hingga sekarang aku sering berdebar dan wajahku memanas," keluh Azuna sambil menyeruput milk tea-nya yang sudah datang sejak ia menceritakan keluhannya.
Aguri menahan tawanya. "Azuna, kau polos sekali. Apa kau tahu itu artinya apa?"
Azuna menggeleng. Lagi-lagi Aguri tersenyum.

"Itu artinya kau menyukai Rikkun sejak kalian pertama kali bertemu."
Azuna terkejut. Dia tak menyangka bahwa ia menyukai Torin. "A-aku… menyukai Rikkun?" seketika wajahnya memanas.

"Iya. Kau pasti tak menyadarinya ya. Sudah lama sekali kau suka padanya ya," Aguri memakan creampuff-nya. Wajah Azuna makin memerah.

"Sudah lama kau pendam perasaanmu kan? Sebaiknya segera kau nyatakan," saran Aguri.

"Me-menyatakannya?"

"Ya, katakan kalau kau menyukainya."

"Ta-tapi bagaimana kalau aku… ditolak?"

"Coba dulu saja. Tak ada yang tahu sebelum mencobanya kan?"
Azuna terdiam memikirkan perkataan Aguri.

.
.
.

Akhir-akhir ini Azuna sering melamun memikirkan perkataan Aguri. Ia benar-benar memikirkan apakah ia harus menyatakan perasaan pada Torin atau tidak.

"…Tak ada yang tahu sebelum mencobanya kan?"

"Baiklah. Setelah pertandingan persahabatan besok aku harus menyatakan perasaanku!" tekad Azuna.

.
.
.

Pertandingan kali ini berlangsung di lapangan Enma. Semua anggota Fire telah bersiap. Begitu pula dengan Azuna yang bersiap dengan mental dan hatinya.

"Hei Azuna," panggil Torin pada Azuna yang sedang bersiap memeriksa kelengkapan tim.

"Ya?"

"Ada yang mau kubicarakan," Torin berkata setengah berbisik.

"E-eeh…" Azuna terkejut. "A-apa itu…?"

Baru saja Torin mau membisikkan sesuatu…
"Heiiii! Ayo bersiap!" teriak Unsui.

"Ck. Ya sudah, nanti saja." Torin segera berbalik. "Oiya, kalau aku cetak touchdown, itu untukmu." Torin segera berlari ke lapangan meninggalkan Azuna yang wajahnya saat ini sudah seperti tomat. Torin menepati kata-katanya. Ia berhasil mencetak touchdown. Tak hanya Torin sebenarnya, tapi juga Taiyou dan Nekouta. Fire berhasil mengalahkan Ibabels dengan skor 37-36. Kemenangan yang tipis.
Sorak sorai terdengar sangat riuh. Yah, dipertandingan persahabatan sekaligus nostalgia ini akhirnya dapat dimenangkan oleh Fire. Tentu ada kebanggaan tersendiri diantara pemain Fire.

Azuna mendekati Torin. Ia tengah bermaksud melakukan tekadnya. Menyatakan perasaan pada Torin.

"A-ano… Rikkun. Terima kasih untuk touchdownnya dan… a-aku… me-menyukai…"

"Aku menyukaimu." Azuna terkejut. Belum selesai ia menyelesaikan kata-katanya, Torin sudah menyelesaikannya dan itu berhasil membuat Azuna menjadi sangat malu.

"Aku tak ingin wanita duluan yang menyatakannya. Jadi… maaf aku potong. Aku menyukaimu," ulang Torin dan itu berhasil membuat Azuna malu. Sangat malu sampai wajahnya memerah.

"A-aku juga… menyukaimu."
Wajah Torin tampak senang sekali. Lalu ia memeluk Azuna. "Terima kasih."
Setelah mereka bercerita banyak, baru diketahui bahwa Torin sudah lama memendam perasaan pada Azuna. Sama seperti Azuna, sejak mereka pertama bertemu.

"Ano Rikkun… boleh aku minta satu hal?" tanya Azuna sewaktu mereka kencan.

"Hm? Apa?"

"Bolehkah aku…," Azuna berbisik pada Torin.
Wajah Torin memerah seketika. "A-apa…?!"

"Boleh kan?" pinta Azuna dengan mata yang berbinar.

"Te-terserah kau sajalah!" Torin membuang mukanya. Tampak wajah Torin memerah sampai telinga. Azuna tersenyum senang lalu mencium pipi kekasihnya itu.

"Terima kasih, Riichan."

- The End -



Owari~

Fanfict keempat di tengah medan perang "UKK" disela-sela belajar buat Sejarah besok :3

Fanfict ini terinspirasi dari temen sekelas *anak gw ama anggrid kalo di silsilah* yang lagi ngebribik anak kelas tetangga XD

Inilah para Karakter:
-Torin Kaitani: seseorang yang disukai oleh Azuna yang asli
-Azuna Taki: Asni
-Aguri Anezaki: Anggrid
-Taiyou Kobayakawa: Gue sang Author
-Nekouta Tarou: Ridho
-Kurita Ryokan: Luthfi
-Ryou Youichi: Priyo
-Gaou Rikiya: Afiv
-Unsui Kongo: Felix
-Yukimitsu Manabu: Aan








Thanks for read~

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Boku no Story Da! - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -